Tulisan ini kutulis untuk majalah Kasut (majalah bulanan Gereja Kristen Indonesia Pondok Indah).
Karena banyak yang menanyakan perjalananku menjadi juru bahasa isyarat di gereja, aku lampirkan tulisan ini. Sebenarnya cerita disini belum detail, aku persingkat. Tapi kurang lebihnya ini cerita perjalananku.
Semoga memberkati dan semoga semakin banyak melahirkan juru bahasa isyarat (Tuli maupun Dengar) di gereja atau tempat – tempat ibadah di Indonesia.
Halo, nama saya Helga Theresia Manullang.
Saat ini saya sedang aktif melayani di GKI Pondok Indah sebagai juru Bahasa isyarat (JBI).
Pertama kali saya mengetahui dunia Tuli adalah melalui salah satu vlog Presiden Jokowi bersama dengan Surya Sahetapy. Saat itu saya sedang bekerja menjadi asisten sutradara di salah satu Production House Jakarta. Saya mulai tertarik dengan dunia Tuli, karena menurut saya bahasa isyarat sangat unik. Saya mendapatkan ide jika suatu saat nanti saya akan membuat video tentang dunia Tuli di production house tempat saya bekerja.
Menjelang Natal 2017, poduction house tempat saya bekerja memberi saya tugas untuk membuat video tentang Natal. Entah kenapa saya berpikiran untuk mengundang teman-teman Tuli untuk membuat video bersama tentang rasa syukur. Videonya bisa teman-teman lihat di channel YouTube Cameo Project dengan judul “SUDAHKAH KAMU BERSYUKUR HARI INI?”
Saat riset untuk pembuatan video tersebut, saya mulai belajar abjad Bahasa Isyarat Indonesia dari salah satu narasumber Tuli saya (Vina). Setelah proses shooting selesai, saya masih berhubungan dan berkomunikasi dengan teman – teman Tuli yang menjadi narasumber saya.
Suatu saat salah satu teman Tuli saya update status di media sosial jika dirinya sedang galau tentang suatu masalah. Saya membalas status tersebut yang akhirnya membuat kami mengobrol via chat Instagram.
Dengan sok tau saya memberi nasihat untuk ke gereja (karena saya tau teman Tuli saya ini beragama Katolik).
Teman Tuli saya menjawab “Aku udah ga pernah ke gereja lagi.” .
Saya bertanya dengan polos “kenapa?”.
“Ngapain ke gereja? Emang di gereja ada akses buat Tuli? Ada juru bahasa isyarat?”.
Jawaban dari teman Tuli saya ini membuat saya tersadar.
Saya tersadar jika saya sebagai Dengar bisa dengan mudah mengakses ibadah di gereja. Saya bisa menyanyikan lagu-lagu gereja dan paham cerita-cerita alkitab, sedangkan teman-teman Tuli tidak mendapatkan akses tersebut.
Karena di gereja tidak tersedia teks, juru bahasa isyarat saat ibadah berlangsung (saat nyanyian, liturgi, maupun khotbah).
Banyak teman Tuli yang tidak paham cerita mengenai tokoh-tokoh alkitab, bahkan tentang Tuhan Yesus pun mereka tidak begitu paham. Di Sekolah Minggu pun tidak ada akses untuk mereka belajar cerita-cerita tersebut.
Sejak saat itulah hati saya bersuara “Suatu saat nanti mau jadi juru bahasa isyarat di gereja”.
Ternyata untuk mewujudkan bisikan hati kecil tersebut, melalui proses panjang yang tidak saya duga-duga.
Tahun 2018, saya dibawa Tuhan menjadi produser Teater Tujuh (Teater Tuli). Entah apa yang menyebabkan teman-teman Tuli, Om Ray Sahetapy selaku sutradara, Kania Widjadadi, Dennis Adhiswara memilih saya bergabung ke tim produser.
Tugas saya saat itu harus berkoordinasi dengan teman Tuli dan teman Dengar agar pertunjukan teater ini bisa berjalan lancar. Hal ini membuat saya semakin kuat untuk masuk kelas bahasa isyarat level 1 di Pusbisindo.
*yang sebenarnya sudah saya rencanakan sebelum masuk Teater Tujuh
Seiring berjalannya waktu, pertunjukan Teater Tujuh berjalan dengan lancar.
Tahun 2019, saya kembali menjadi Executive Producer untuk pertunjukan Teater Tujuh yang kedua kali. Sejak bergabung ke Teater Tuli, teman Tuli saya semakin banyak dan saya dapat belajar budaya Tuli dan Bahasa Isyarat Indonesia lebih banyak lagi.
Sampai akhirnya pandemi ini datang (2020).
Awalnya beberapa kali saya diajak teman saya, Kania untuk melayani di GKI Pondok Indah. Sempat beberapa kali melayani di tahun 2019, tapi karena saya merasa GKI Pondok Indah terlalu jauh, saya sibuk dengan pekerjaan saya, rasanya capek sekali untuk bolak-balik Pondok Indah – Serpong.
Tapi karena pandemi ini, saya dibawa Tuhan dan diberikan waktu yang lebih banyak untuk bisa melayani di GKI Pondok Indah sambil saya belajar menjadi juru bahasa isyarat yang baik.
Tantangan saya selama ini adalah diri saya sendiri.
Saya merasa tugas menjadi juru bahasa isyarat di gereja adalah tugas yang bebannya cukup berat, saya harus menyampaikan pesan dari Tuhan dengan tepat, tidak asal-asalan. Karena Tuhan sendiri ingin kita tidak mengubah apa yang Dia katakan. Oleh karena itu, saya harus mengalahkan diri saya yang kadang malas untuk berlatih atau menunda latihan.
Saya berusaha untuk bisa disiplin kepada diri saya sendiri.
Uniknya sejak saya rutin pelayanan menjadi juru bahasa isyarat di GKI Pondok Indah, saya dan Kania beberapa kali atau malah sering menangis saat ibadah. Entah saat mendengarkan khotbah, mendengarkan atau menyanyikan lagu dalam bahasa isyarat.
Seringkali kami merasa tertegur, merasa Tuhan berbicara secara langsung berkaitan dengan masalah yang kami hadapi, dan tak terasa air mata mengalir (sampai kadang kami harus ke toilet dulu untuk menghentikan tangis hehehe). Semakin kesinipun kami menyadari, menjadi juru bahasa isyarat adalah proses kami bertambah dekat dan mengenal Tuhan.
Beberapa orang sering bilang kepada kami “kasihan lihat kalian setiap Minggu bertugas, belum ada yang bisa menggantikan dengan rutin.” Menurut saya, saya gapapa kok hehe. Saya senang bisa melayani Tuhan dengan hal yang saya bisa (walaupun masih belajar).
Saya lebih berharap, teman-teman yang nantinya belajar dan bergabung menjadi juru bahasa isyarat di GKI Pondok Indah/ di gereja manapun bisa merasakan sukacita yang kami rasakan.
Merasakan rasanya bermanfaat untuk orang lain.
Merasakan senang bisa menjadi jembatan firman Tuhan tersampaikan.
Merasakan Tuhan yang mengajar dan menegur dalam proses pelayanan ini.
Bisa merasakan melatih diri disiplin untuk membawa pesan Tuhan, tidak hanya di gereja, tapi sebagai pelayan Tuhan juga harus menjaga kehidupan di setiap harinya.
Sekian dan terima kasiiih. Ditunggu ya teman-teman yang tertarik menjadi juru bahasa isyarat gereja. I love you all! Terima kasih untuk kesempatan untukku bisa melayani disini.
Love,
Helga Theresia Manullang
Diterbitkan oleh majalah Kasut GKI Pondok Indah bulan …
(masih nyari dulu kawan, aku lupa terbit kapan hehehe)
*selipan catatan :
GKI Pondok Indah adalah tempat pelayanan Helga. Karena GKI Pondok Indah sudah siap secara akses dan sudah dilakukan deaf awareness ke jemaat.
Untuk tertanam dan tumbuh, Helga tertanam di JPCC (Jakarta Praise Community Church).
Love