Skip to content

Alasan Menulis

Baru saja aku cek angka seluruh postingan tulisanku di website ini.

206 tulisan.

Cukup banyak untuk sebuah blog yang baru dimulai 26 April 2021, hampir satu tahun.

Kemarin aku dapat pertanyaan ini dari salah satu temanku :

Ada yang bilang kalau menjaga konsistensi dan komitmen dibutuhkan WHY yang kuat.

Tulisan kali ini, aku coba jabarkan WHY – ku dan cerita perjalanan menulis ini.


MEMBACA

Aku dan Nico (adikku) dibiasakan membaca oleh mama sejak kecil.

Aku ingat tumpukan majalah bobo, komik, novel, majalah sains anak, dan berbagai macam bacaan yang kami punya. (Sekarang aku baru teringat, pas SD – SMP, aku berminat membaca koran)

Saking sukanya membaca, kalau dapat ranking di sekolah bukan dibeliin mainan, tapi minta dibeliin buku. (Kok bisa gini ya? Doktrin apa yang mama pakai supaya bisa begini? Hahaha).

Di kolong tempat tidur kami penuh dengan majalah/ buku yang jadi tempat persembunyian buku untuk dibaca malam hari.

Takut ketahuan mama kalau kami begadang karena membaca, padahal besok pagi harus sekolah.

Intinya kami suka membaca.

Nah, dari membaca itulah kami berdua punya daya imajinasi sangat tinggi, tabungan kosa kata yang banyak. Tanpa sadar, aku bisa menulis dengan baik.

Didikan mamaku agak keras juga sih dulu.

Bayangin kami harus belajar satu bab pelajaran sekolah lebih awal dari teman-teman lain.

Harus membaca, meringkas, dan menulis ringkasannya di buku catatan. Menulis pakai tangan.

Lucunya, malah buku catatan ringkasan itu yang sering dipinjam guruku di sekolah, dibacakan ke anak-anak lain untuk dicatat.

Kurasa kemampuan menulisku dimulai dari situ. Sejak SD aku sudah menulis catatan rangkuman pelajaran (ditambah gambar), membuat komik, menulis artikel untuk majalah sekolah, dan tentu punya buku diary.

Ya ampun, aku baru ingat saat menulis ini… perjalanan menulisku sudah dari kecil ternyata.


SETH GODIN

Berjalannya waktu, aku tetap suka membaca dan menulis.

Menulis jadi media terbaik untuk mengurai isi kepalaku yang ramai.

Kalau ditarik ke saat ini, aku suka menulis karena…

mungkin pelajaran hidupku bisa bermanfaat untuk orang lain atau sekadar sebagai surat untuk diriku di masa depan.

Kalau ternyata Helga Theresia bisa bertahan di berbagai musim hidupnya.

Aku teringat salah satu penulis yang aku kagumi, SETH GODIN.

Dalam salah satu interview, dia bilang kalau dia menulis di blog-nya setiap hari. Bahkan di saat buku-bukunya sudah mendunia.

Saat ditanya alasannya, dia ingin bisa dipercaya dan punya akuntabilitas. Meningkatnya jumlah pembaca bukan jadi goal utama.

Aku pernah menulisnya disini, dengan bahasa Inggris acak kadulku :


KAK YOSI MOKALU

206 tulisan di website ini kebanyakan adalah hasil perenungan yang aku tulis hampir setiap hari (tapi banyak juga pelajaran hidup, puisi, naskah).

Kenapa bisa setiap hari?

Cerita dimulai dari Kak Yosi Mokalu, mentorku yang sering membagikan tulisan renungan ke grup komsel Cameo Project.

Aku kira itu bukan tulisannya,

” Paling tulisan dari sebuah lembaga, kemudian di forward ke grup supaya kita renungan tiap hari.”

Sampai suatu hari kita zoom dan Kak Ibob bilang, Thank you ya Yos renungannya, gue share ke anak-anak DATE (komsel) gue.”

Aku bingung dan nanya ” Memangnya itu tulisan Kak Yosi?”

Kak Prilla, istri Kak Yosi menjawab,

” Iya, karena kita kan ga punya apa-apa untuk kita wariskan, setidaknya tulisan-tulisan ini bisa jadi warisan kita.”

Aku cuma bisa menggeleng kepala…

Orang yang sibuk dengan Project Pop, Siberkreasi, dan berbagai hal yang dipegangnya, tapi masih sempat menulis renungan dan dibagikan ke orang-orang.


MARLO ERNESTO

Maret 2021, aku bertemu dengan Marlo via zoom.

Aku harus wawancara Marlo dan beberapa orang youtuber lainnya untuk keperluan series film dokumenter di Vision+.

Singkat cerita, di tengah wawancara, beberapa kali kami mengobrol santai.

Tapi sepertinya di saat itu adalah saat Marlo sedang lelah dan ada hampa di hidupnya (aku ga tau – itu hanya asumsi pribadi dari obrolan kami).

Sampai entah kenapa ada pembahasan ini :

Marlo : ” Makanya, apa gunanya agama kalau hanya untuk memecah belah?”

Helga : ” Ya… memang apa gunanya agama? Itu kan soal hubungan.”

Marlo : ” Gimana gimana? Jelasin dong, aku lagi ga tau nih…”

Helga : ” Ya apa gunanya agama… Kan kita sama-sama Kristen, kita tau kalau itu bukan soal agama, bukan lo harus ibadah kemana, tapi hubungan sama Tuhan.

” Kayak sekarang aja kita bisa tanya sama Tuhan “Tuhan, apa yang harus aku omongin ya ke Marlo? Supaya setidaknya interview ini bermanfaat juga buat Marlo, bukan cuma buat gue.”

Marlo : ” Itu manfaatnya buat Marlo kok.”

Helga : ” Yap… semoga bermanfaat ya Marlo.”

Marlo : ” Semoga saya bisa menemukan Tuhan lagi…”

Percakapan masih dilanjutkan setelah itu, masih ketawa juga. Tapi kata-kata Marlo yang aku tuliskan itu bikin aku kepikiran.

” Iya juga ya… masih banyak orang-orang yang mungkin belum “bertemu” dengan Tuhan

Di saat sebenarnya Tuhan bisa ditemukan dimana-mana,

termasuk di saat melihat seorang ibu tukang sapu yang bekerja sungguh-sungguh untuk bisa menghidupi kebutuhan hidup keluarganya. Saat ada orang-orang yang saling menolong satu sama lain.

Sesuatu yang memancarkan kasih. Kasih = Tuhan itu sendiri.

Aku sudah diselamatkan Tuhan setelah masa depresi panjang dan insecure tak berkesudahan.

Aku sudah sangat menikmati bisa punya hubungan sama Tuhan yang bukan berdasarkan agama yang ada di KTP .

Bisa sadar betul kalau aku udah dicintai Tuhan, jadi tidak perlu menuntut cinta dari siapapun untuk bikin hatiku penuh dan bahagia.

Aku sudah sangat cukup, malah berlimpah. Rasanya aku perlu berbagi hal ini ke orang-orang lain…

Singkat cerita, aku bertemu Marlo di hari shooting, kami juga save nomer masing-masing untuk keep contact.

Setelah itu ada dorongan dari diriku untuk kirim renungan-renungan yang Kak Yosi tulis ke Marlo.

Setelah aku kirimkan ke Marlo, aku merasa perlu membuat list teman-teman dekat yang aku pedulikan untuk dikirimkan renungan yang sama.


KAK NANA, KO MIKE

Cerita berlanjut ke dua orang ini, yang adalah DATE Leader (pemimpin komselku).

Dua tahun terakhir, aku baru paham kalau punya komunitas yang baik dan memiliki mentor memang benar-benar penting dalam hidup.

Jadi punya hati yang mau terus belajar dan diajar.

Kak Nana dan Ko Mike juga mulai membagikan tulisan perenungan mereka di grup komsel.

Melihat para mentorku melakukan hal ini, aku mulai terpikir

“Kenapa aku ga coba nulis juga? Aku kan punya website yang ada blog-nya.”

Akhirnya aku mulai menulis perenunganku dan share ke teman-teman yang sudah masuk ke list – ku tadi.


Rasanya pusing dan mual saat pertama kali aku share tulisanku.

Berasal dari ketakutan luar biasa dan kata-kata keras di pikiranku

” Memangnya lo siapa Gha? Emang hidup lo udah bener? Hidup belum bener tapi sharing-sharing kayak gitu.”

Aku pusing sekali. Aku takut dianggap aneh, takut dianggap terlalu Kristen oleh orang-orang lain.

Tapi, kata-kata ini yang selalu menguatkanku kalau pikiran jahat itu muncul :

Di dalam kasih tidak ada ketakutan:

kasih yang sempurna melenyapkan ketakutan;

sebab ketakutan mengandung hukuman dan barangsiapa takut, ia tidak sempurna di dalam kasih.

– 1 Yohanes 4:18 TB


Di dalam kasih tidak ada ketakutan

Kalau aku tau niatku baik, tujuannya untuk membuat orang lain lebih baik…

aku tidak perlu takut.

Aku tidak perlu takut untuk dibilang terlalu Kristen,

aku tidak perlu takut dengan anggapan orang lain. Aku tau diriku sendiri dan prosesku.

Dalam prosesku menulis hampir setiap hari ini, banyak sekali aspek hidup yang pelan-pelan berkembang.

Aku sendiri heran, dengan melibatkan orang lain sebagai tujuanku, membuat konsistensiku semakin baik. Di bidang menulis atau bidang hidup lainnya.

Aku merasa penuh saat beberapa orang chat dan berterima kasih dengan tulisanku (baik dari tulisan renungan harian ataupun yang bukan renungan). Susunan bahasa dan tulisanku juga bertambah baik.

Saat aku sedang down, mempertanyakan Tuhan, dan tidak sanggup menulis,

chat seperti ini bisa bikin aku tersenyum lebar dan ingin segera menulis :


Kembali ke pertanyaan awal,

Apa alasan Helga menulis? Apa WHY-nya?

Mengasihi.

Itu aja hehe.

Memberi kasih sebelum orang lain memberi kasih ke kita.

I love you all. Semoga bermanfaat 🙂

2 thoughts on “Alasan Menulis”

  1. Pingback: MULAI DULU AJA – HELGA THERESIA

  2. Pingback: MULAI AJA DULU – HELGA THERESIA

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *