MARKUS 9 : 42-50
Haii semua, selamat pagi yaa. Semoga kalian semua dalam keadaan sehat dan baik.
Aku menuliskan ini dari Tuktuk, Samosir. Di depan kamarku langsung ada Danau Toba. Rasanya senang dan terharu.
Aku bangun jam 3 pagi hari ini, tapi dari tadi aku belum menuliskan kata-kata apapun.
Sekarang jam setengah 5. Well, let’s write it down.
Hari ini bacaanku masih tentang ajaran Tuhan kepada murid-murid-Nya. Kelanjutan dari nasihat saat mereka membandingkan diri satu dengan yang lainnya, siapa yang paling punya kedudukan yang penting.
Nasihatnya panjang, tapi kalau kalian pernah dengar ayat yang bilang “kalau tanganmu, kakimu menyesatkanmu , penggallah. Matamu menyesatkanmu, cungkillah”. Nah, bacaanku tentang hal itu.
Dan aku baru mengerti mengenai ayat ini ketika membaca versi amplified bible-nya :
If your hand causes you to stumble and sin, cut it off [that is, remove yourself from the source of temptation]! It is better for you to enter life crippled, than to have two hands and go into hell, into the unquenchable fire,
Kata-kata [that is, remove yourself from the source of temptation]! diulang di setiap Tuhan menyebutkan tangan, mata, dan kaki.
Aku baru paham, maksudnya adalah menjauhkan diri kita dari sumber godaan yang bisa membuat kita berdosa.
Jadi kalau udah tau itu sumber godaan, mending berbalik menjauh.
HELGA LEARNS
Selain dari ayat di atas, ayat penutup dari pasal ini juga menarik. Soal garam yang tidak lagi asin.
Versi Terjemahan Baru
Garam memang baik, tetapi jika garam menjadi hambar, dengan apakah kamu mengasinkannya?
Hendaklah kamu selalu mempunyai garam dalam dirimu dan selalu hidup berdamai yang seorang dengan yang lain.”
Dijelaskan lebih rinci pada versi amplified :
Salt is good and useful; but if salt has lost its saltiness (purpose), how will you make it salty? Have salt within yourselves continually, and be at peace with one another.”
Ternyata rasa asin ini bicara tentang “tujuan”. Tujuan si garam ada… ya memang untuk memberikan rasa asin kan?
Kemudian versi Terjemahan Sederhana Indonesia, memberikan penjelasan yang bisa aku mengerti :
“Sebenarnya, setiap pengikut-Ku akan diuji dengan kesusahan yang rasanya seperti panas api, tetapi setiap pengurbanan mereka akan menghasilkan dampak baik, seperti garam memberi rasa pada daging kurban yang dibakar di mezbah TUHAN.
Kalian yang mengikut Aku bisa digambarkan seperti garam.
Garam dipakai untuk membuat makanan lebih enak.
Tetapi kalau rasa asinnya hilang, garam itu tidak akan berguna lagi.
Jangan sampai kalian seperti garam yang kehilangan rasa asin! Biarlah kalian berguna dan hidup damai satu sama lain.”
HELGA CAN DO
Senin kemarin temanku, Alex Sardo ditahbiskan menjadi pendeta di GKI Pondok Indah.
Aku berteman dengan Alex dari tahun 2020 ketika aku mulai pelayanan juru bahasa isyarat di GKI Pondok Indah.
Umur kami hampir sama, Alex kelahiran 95, aku 94. Jadi walau jarang bertemu, tapi kalau ada kesempatan ketemu atau ngobrol, pembahasan kami lumayan dalam.
Pagi ini, ga tau kenapa aku bangun jam 3 pagi, tapi buat mengumpulkan fokus menulis renungan butuh waktu agak lama. Aku keinget kalau aku belum nonton ibadah penahbisan Alex, hanya lihat postingan-postingan teman-teman yang memberi selamat ke Alex.
Lalu aku langsung ke bagian video yang kami buat bersama untuk penahbisan Alex.
Anehnya, pas selesai nonton aku malah nangis.
Lalu aku coba ke bagian-bagian lain, dengan teknik skip skip singkat wkwk.
Ternyata liturginya pun dirancang dengan kata-kata yang mendukung temanya, yaitu “Journey to the unknown”.
Pendeta yang berkhotbah bertanya kepada Alex, kenapa memilih tema ini untuk ibadah penahbisannya.
Alex :
” Karena panggilan kependetaan itu seperti perjalanan. Perjalanan ke tempat yang belum kita tau. Seberapapun kita mau berstrategi, merancang, toh Tuhan akan membawa kita ke tempat-tempat yang belum kita ketahui.”
Alex ditanya lagi : “Kok nampaknya seperti anda pesimis? “
Alex :
Tema ini sekilas terlihat pesimis. Tapi dibalik itu ada spirit bergantung penuh pada Allah. Spirit kesiapan kita dibawa kemanapun Allah inginkan, menuntun.
Toh pada akhirnya bukan kemana kita melangkah, tapi bersama siapa kita melangkah. Dan membiarkan diri kita dituntun.
Aku tau, hal yang membuatku menangis karena aku melihat kehidupan teman-temanku yang ada dalam proses menjadi calon pendeta. Alex, Anna, Sefa, dan calon pendeta lain yang range umurnya masih sama denganku.
Aku melihat hidup mereka yang full time diberikan ke Tuhan untuk melayani di gereja.
It will never be easy. Aku tau mereka menyangkal diri mereka setiap hari dan benar-benar menaruh diri di tempat yang paling bawah ketika diatas mereka adalah kepentingan banyak orang.
Lalu aku merenung… it’s the same thing Gha…
I need to do that... full time melayani Tuhan walau tidak ada di dalam status pekerja gereja.
“ Sebenarnya, setiap pengikut-Ku akan diuji dengan kesusahan yang rasanya seperti panas api, tetapi setiap pengurbanan mereka akan menghasilkan dampak baik, seperti garam memberi rasa pada daging kurban yang dibakar di mezbah TUHAN. “
It will never be easy. Tuhan sudah bilang sendiri seperti ini.
Salt is good and useful; but if salt has lost its saltiness (purpose), how will you make it salty? Have salt within yourselves continually, and be at peace with one another.”
Tapi karena rasa ASIN ini adalah TUJUAN, kita harus tetap menjadi garam sepenuh waktu kita.
Memberi rasa kasih ke kehidupan orang-orang di sekitar kita “CONTINUALLY”.
Jangan sampai kalian seperti garam yang kehilangan rasa asin! Biarlah kalian berguna dan hidup damai satu sama lain.”
It will never be easy, tapi kita sama-sama tau di dalam kelemahan, ketidakmampuan kita, kuasa Tuhan sempurna.
Tetapi jawab Tuhan kepadaku:
”Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna.”
Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku. Karena itu aku senang dan rela di dalam kelemahan, di dalam siksaan, di dalam kesukaran, di dalam penganiayaan dan kesesakan oleh karena Kristus.
Sebab jika aku lemah, maka aku kuat.
-2 Korintus 12:9-10 TB
Teringat lagi salah satu obrolanku dengan Alex pas sebelum sidang kependetaannya. Dia bilang :
” Menjadi pendeta bukan tujuan, tetapi jalan untuk menjalankan misi Tuhan. Jadi kalau kedepannya gue ga jadi pendeta pun ya gapapa, jadi yang lain juga gapapa, yang penting misinya Tuhan.“
And for Helga Theresia…
Menjadi sutradara, juru bahasa isyarat, bukanlah tujuan… semua gelar, jabatan yang disematkan, bukanlah tujuan… tapi jalan…
Jadi, mau jadi apapun Helga ke depannya, yaudah… gapapa. Yang penting misinya Tuhan dijalankan kan?
Sekiaaan. Selamat hari Rabuuu.
Selamat full time melayani Tuhan yaaa. Love you all 🙂